PENANGANAN RANULA DAN SIALADENITIS PAROTIS PADA KUCING DI KLINIK HEWAN DR.B KOTA SIDOARJO
Abstract
Sialadenosis telah dideskripsikan pada manusia sebagai pembesaran kelenjar ludah yang bilateral, seragam, tanpa rasa sakit, dan tanpa peradangan; kadang-kadang memengaruhi kelenjar submandibular, tetapi lebih umum kelenjar parotis (Boydell et al. 2000). Sedangkan Ranula merupakan lesi kistik yang berkembang akibat ekstravasasi saliva yang disebabkan oleh trauma pada kelenjar sublingual atau terjadinya penyumbatan ductus (Saputra, R et al,. 2022). Studi kasus ini bertujuan melakukan diagnosa dan pengobatan sialadenitis dan ranula pada kucing. Studi kasus ini melaporkan seekor kucing domestik betina umur 3 tahun dengan berat badan 3 kg dengan keluhan ada benjolan pada bawah lidah kiri dengan area dibelakang telinga hingga mandibula kiri bengkak , hipersalivasi, bau mulut, nafsu makan menurun serta menderita radang gusi sejak sebulan lalu sebelum diperiksa. Diketahaui bahwa kucing oci pernah didiagnosa periodontitis pada tahun 2022 dan melakukan pengobatan sehingga sempat membaik. Kucing diperiksa secara fisik meliputi anamnesa, inspeksi terhadap area mulut, kondisi tubuh dan perilaku makan, palpasi terhadap benjolan dan permukaan tubuh lainnya, serta auskultasi pada daerah thorax dan abdomen. Sampel darah kucing oci diperiksa terhadap jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, jumlah leukosit dan diferensialnya. Pemeriksaan Radiologi dilakukan untuk melihat kondisi bagian dalam tubuh kucing terutama pada area benjolan. Pemeriksaaan Ultrasonografi juga dilakukan pada area parotis untuk melihat isi didalam benjolan tersebut. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan suhu tubuh kucing yang dibawah normal yaitu 37,3 C disertai adanya benjolan glandula sublingual parotis sinister bengkak, serta gingiva pada seluruh area mulut kemerahan. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan trombositosis dan monositosis. Hasil pemeriksaan radiologi menunjukkan adanya peningkatan opasitas pada area kelenjar parotis. Hasil pemeriksaan ultrasonografi menunjukkan cavitasi hypoechoic pada kelenjar parotis dan pelebaran ductus eksokrin. Berdasarkan hasil pemeriksaan kucing didiagnosis sialadenitis dan ranula dengan prognosis fausta. Kucing diberi penanganan pertama berupa lampu penghangat untuk mengembalikan ke suhu tubuh normal dan pemberian infus intravena dengan ringer laktat. Kucing selanjutnya diberikan tindakan berupa aspirasi cairan pada bengkak di area kelenjar parotis dan tindakan marsupialisasi pada benjolan di glandula sublingual. Hasil aspirasi diperiksa dibawah mikroskop menunjukkan bentukan calculi. Terapi pengobatan kucing oci berupa injeksi Atropine (®V-tropine) 0.03 mg/kg BB satu kali sehari, Amoxicillin clavunalate (®Claneksi) selama 7 hari dosis 10 mg/kg BB dua kali sehari secara oral, triamnicolone acetonide (®Kenalog) dua kali sehari dioleskan pada seluruh gusi. Penambahan terapi diberikan setelah tindakan marsupialisasi berupa meloxicam selama 5 hari dosis 0,1 mg/kg BB secara per oral, Chlorhexidine gluconate 0,2 % (®Minosep) dua kali sehari dioleskan pada jahitan marsupialisasi dan Oxyfresh Water Additive dicampurkan pada air minum dosis 1.25ml/250 ml/hari . Sialadenitis dan ranula pada kasus ini dapat disembuhkan namun dapat bersifat rekuren